Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia  1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak  mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan  dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan  menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan  keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan  kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; negara  memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen  dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran  Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan  penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu  pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan  persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat  manusia
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  lebih lanjut telah mengatur beberapa pasal yang menjelaskan pendanaan  pendidikan yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah  wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi  setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun. Lebih  lanjut pada Pasal 12, Ayat (1) disebutkan bahwa setiap peserta didik  pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang  berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan  mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu  membiayai pendidikannya. Di samping itu disebutkan pula bahwa setiap  peserta didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan  pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban  tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada  Bab VIII Wajib Belajar Pasal 34 menyatakan bahwa setiap warga negara  yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar;  Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar  minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, wajib  belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh  lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.  Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1),  Ayat (2) dan Ayat (3) diatur lebih lanjut dengan PP. Pendanaan  Pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah  Daerah, dan masyarakat. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan  berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Pengelolaan  dana pendidikan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi,  transparansi, dan akuntabilitas publik.
Secara khusus disebutkan  bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan  kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan  minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah  dialokasikan dalam APBN dan APBD.
Partisipasi masyarakat dalam  pendidikan berbasis masyarakat adalah dengan berperan serta dalam  pengembangan, pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi pendidikan, serta  manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.  Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari  penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau  sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan  yang berlaku. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh  bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan  merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
UU No. 14/2005  tentang Guru dan Dosen Pasal 13 menyatakan bahwa Pemerintah dan  Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan  kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan  yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh  pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut  mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi  pendidik diatur dengan PP
Pada Peraturan Pemerintah No.19/2005  tentang Standar Nasional Pendidikan terdapat kerancuan antara Bab I  Pasal 1 Ayat (10) dan Bab IX Pasal 62 Ayat (1) s/d (5) tentang ruang  lingkup standar pembiayaan. Ketentuan Umum tentang Standar Pembiayaan  pada Pasal 1 tampak lebih sempit dari Pasal 62 yaitu standar pembiayaan  pada Pasal 1 adalah mencakup standar yang mengatur komponen dan besarnya  “biaya operasi” satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pada  Pasal 62 mencakup “biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal”.  Pada Bab IX: Standar Pembiayaan, Pasal 62 disebutkan bahwa:
(1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
(2)  Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)  meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya  manusia, dan modal kerja tetap.
(3) Biaya personal sebagaimana  dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan  oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara  teratur dan berkelanjutan.
(4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi:
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.
b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c.  Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa  telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,  transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
(5) Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP
Sebelum  PP tentang standar pembiayaan pendidikan ini dikeluarkan, telah ada SK  Mendiknas tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM) yaitu  Kepmendiknas No.053/U/2001 yang menyatakan bahwa SPM bidang pendidikan  adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan atau acuan bagi  penyelenggaraan pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota sebagai daerah  otonom. Penyusunan SPM bidang Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu  kepada PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan  Provinsi sebagai Daerah Otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan  Pemerintah Pusat untuk membuat kebijakan tentang perencanaan nasional  dan standarisasi nasional.
Dalam rangka penyusunan standarisasi  nasional itulah, Mendiknas telah menerbitkan Keputusan No.053/U/2001  tanggal 19 April 2001 tentang SPM yang diharapkan dapat digunakan  sebagai pedoman dan sekaligus ukuran keberhasilan dalam penyelenggaraan  pendidikan di daerah provinsi, kabupaten/kota bahkan sampai di tingkat  sekolah.
Kepmendiknas No. 129/U/2004 merupakan hasil revisi dari  kepmen sebelumnya sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam sistem dan  manajemen pendidikan nasional. Pada kepmen ini pendidikan nonformal,  kepemudaan, olahraga, dan Pendidikan Usia Dini lebih ditonjolkan.  Pendidikan nonformal seperti pendidikan keaksaraan, pendidikan  kesetaraan SD, SMP, SMA, pendidikan ketrampilan dan bermata pencaharian,  kelompok bermain, pendidikan kepemudaan dan olahraga secara ekplisit  telah ditentukan standar pelayanan untuk masing-masing SPM.
Karena  standar pembiayaan juga mencakup kebutuhan atas buku teks pelajaran,  maka perlu diperhatikan Peraturan Mendiknas No. 11 Tahun 2005 tentang  Buku Teks Pelajaran yaitu Pasal 7: satuan pendidikan menetapkan masa  pakai buku teks pelajaran paling sedikit 5 tahun dan buku teks pelajaran  tidak dipakai lagi oleh satuan pendidikan apabila ada perubahan standar  nasional pendidikan dan buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi  oleh Menteri. Pada Pasal 8 ditegaskan bahwa: guru dapat menganjurkan  kepada peserta didik yang mampu untuk memiliki buku teks pelajaran;  anjuran sebagaimana dimaksud bersifat tidak memaksa atau tidak  mewajibkan; untuk memiliki buku teks pelajaran, peserta didik atau  orangtua/walinya membelinya di pasar; untuk membantu peserta didik yang  tidak mampu memiliki akses ke buku teks pelajaran, satuan pendidikan  wajib menyediakan paling sedikit 10 (sepuluh) eksemplar buku teks  pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada setiap kelas, untuk dijadikan  koleksi perpustakaannya.
2.1 Sistem Pembiayaan Pendidikan
Sistem  pembiayaan pendidikan merupakan proses dimana pendapatan dan sumber  daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan  sekolah. Sistem pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung dari  kondisi masing-masing negara seperti kondisi geografis, tingkat  pendidikan, kondisi politik pendidikan, hukum pendidikan, ekonomi  pendidikan, program pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah.  Sementara itu terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk  mengetahui sesuai tidaknya sistem dengan kondisi negara. Untuk  mengetahui apakah sistem tersebut memuaskan, dapat dilakukan dengan  cara: i) menghitung berbagai proporsi dari kelompok usia, jenis kelamin,  tingkat buta huruf; ii) distribusi alokasi sumber daya pendidikan  secara efisien dan adil sebagai kewajiban pemerintah pusat mensubsidi  sektor pendidikan dibandingkan dengan sektor lainnya.
Setiap  keputusan dalam masalah pembiayaan sekolah akan mempengaruhi bagaimana  sumber daya diperoleh dan dialokasikan. Oleh karena itu perlu dilihat  siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat  disediakan, bagaimana mereka akan dididik, siapa yang akan membayar  biaya pendidikan. Demikian pula sistem pemerintahan seperti apa yang  paling sesuai untuk mendukung sistem pembiayaan pendidikan.  Tanggungjawab pemerintah dalam pembiayaan pendidikan termasuk untuk  pendidikan kejuruan dan bantuan terhadap murid. Hal itu perlu dilihat  dari faktor kebutuhan dan ketersediaan pendidikan, tanggungjawab orang  tua dalam menyekolahkan vs social benefit secara luas, pengaruh faktor  politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan.
Menurut Levin  (1987) pembiayaan sekolah adalah proses dimana pendapatan dan sumber  daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan  sekolah di berbagai wilayah geografis dan tingkat pendidikan yang  berbeda-beda. Pembiayaan sekolah ini berkaitan dengan bidang politik  pendidikan dan program pembiayaan pemerintah serta administrasi sekolah.  Beberapa istilah yang sering digunakan dalam pembiayaan sekolah, yakni  school revenues, school expenditures, capital dan current cost. Dalam  pembiayaan sekolah tidak ada pendekatan tunggal dan yang paling baik  untuk pembiayaan semua sekolah karena kondisi tiap sekolah berbeda.
Setiap  kebijakan dalam pembiayaan sekolah akan mempengaruhi bagaimana sumber  daya diperoleh dan dialokasikan. Dengan mengkaji berbagai peraturan dan  kebijakan yang berbeda-beda di sektor pendidikan, kita bisa melihat  konsekuensinya terhadap pembiayaan pendidikan, yakni:
• Keputusan tentang siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat disediakan
• Keputusan tentang bagaimana mereka akan dididik
• Keputusan tentang siapa yang akan membayar biaya pendidikan
• Keputusan tentang sistem pemerintahan seperti apa yang paling sesuai untuk mendukung pembiayaan sekolah
Untuk  menjawab pertanyaan tersebut di atas, ada dua hal pokok yang harus  dapat dijawab, yakni: i) bagaimana sumber daya akan diperoleh, ii)  bagaimana sumber daya akan dialokasikan pada berbagai jenis dan jenjang  pendidikan/tipe sekolah/kondisi daerah yang berbeda. Terdapat dua  kriteria untuk menganalisis setiap hal tersebut, yakni, i) efisiensi  yang terkait dengan keberadaan sumber daya yang dapat memaksimalkan  kesejahteraan masyarakat dan ii) keadilan yang terkait dengan benefits  dan costs yang seimbang.
Menurut J. Wiseman (1987) terdapat tiga  aspek yang perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat  dalam masalah pembiayaan pendidikan:
• Kebutuhan dan ketersediaan  pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat dianggap sebagai salah  satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam sumberdaya  manusia/human capital
• Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak  orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan  yang akan berdampak pada social benefit secara keseluruhan
• Pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan
Dalam  hal pendidikan kejuruan dan industri, M. Woodhall (1987) menjelaskan  bahwa di masa lalu pembiayaan pendidikan jenis ini ditanggung oleh  perusahaan. Perusahaan memberi subsidi kepada para pekerjanya sendiri.  Sekarang peran pemerintah semakin besar dalam pembiayaan ini. Hal itu  disebabkan adanya kepentingan ekonomi. Artinya kebijakan  ketenagakerjaan, diharapkan dapat meningkatkan kepentingan untuk membagi  biaya dan manfaat dari pendidikan ini dengan adil.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan kejuruan ini adalah:
• Peran pemerintah dalam membiayai jenis pendidikan ini
• Perbedaan antara jenis training yang umum dan spesifik
• Pilihan antara training yang on dan off the job
• Keseimbangan antara pembiayaan dari pemerintah dan sektor swasta di pendidikan ini
• Pentingnya praktek kerja sebagai kelanjutan dari jenis pendidikan ini
• Pembayaran kompensasi selama mengikuti pendidikan ini
• Sumber daya yang dialokasikan untuk jenis pendidikan ini
2.2 Pendekatan Kecukupan (Adequacy Approach)
Pengukuran  biaya pendidikan seringkali menitikberatkan kepada ketersediaan dana  yang ada namun secara bersamaan seringkali mengabaikan adanya standar  minimal untuk melakukan pelayanan pendidikan. Konsep pendekatan  kecukupan menjadi penting karena memasukkan berbagai standar kualitas  dalam perhitungan pembiayaan pendidikan. Sehingga berdasarkan berbagai  tingkat kualitas pelayanan pendidikan tersebut dapat ditunjukkan adanya  variasi biaya pendidikan yang cukup ideal untuk mencapai standar  kualitas tersebut. Analisis kecukupan biaya pendidikan ini telah  digunakan di beberapa negara bagian Amerika Serikat untuk mengalokasikan  dana pendidikan. Berbagai studi di Indonesia telah pula mencoba  memperhitungkan biaya pendidikan berdasarkan standar kecukupan.
Perhitungan biaya pendidikan berdasarkan pendekatan kecukupan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya:
• Besar kecilnya sebuah institusi pendidikan
• Jumlah siswa
• Tingkat gaji guru (karena bidang pendidikan dianggap sebagai highly labour intensive)
• Rasio siswa dibandingkan jumlah guru
• Kualifikasi guru
• Tingkat pertumbuhan populasi penduduk (khususnya di negara berkembang)
• Perubahan dari pendapatan (revenue theory of cost)
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar